Senin, 14 November 2011


Makalah K3

KESEHATAN KERJA





Disusun Oleh :

Nama              : Agus Syarifuddin
NIM                : 110513428046
Jur / Prodi      : Teknik Mesin / S1 PTO
OFF                : B2


               
S1 PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF
UNIVERSITAS NEGERI MALANG

A. Latar belakang
Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman
merupakan hal yang di inginkan oleh semua pekerja. Lingkungan fisik tempat
kerja dan lingkungan organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi sosial,mental dan phisik dalam kehidupan pekerja. Kesehatan suatu lingkungan tempat kerja dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kesehatan pekerja, seperti peningkatan moral pekerja, penurunan absensi dan peningkatan
produktifitas. Sebaliknya tempat kerja yang kurang sehat atau tidak sehat
(sering terpapar zat yang bahaya mempengaruhi kesehatan) dapat meningkatkan
angka kesakitan dan kecelakaan, rendahnya kualitas kesehatan pekerja,
meningkatnya biaya kesehatan dan banyak lagi dampak negatif lainnya. Untuk itu k3 ini sangat diperlukan dalam dunia kerja agar para pekerja bisa bekerja dengan baik dan dapat terhindar dari kecelakaan kerja.
B. Isi Materi

Mungkin Anda sudah tidak asing mendengar K3 di tempat kerja Anda dan yang ada di kepala Anda pasti keselamatan dan kesehatan kerja.
Untuk lebih mengerti tentang pengertian K3, berikut kutipan dari beberapa sumber tentang pengertian K3 yang saya rangkum;

Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Atau juga bisa disebut sebagai kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja .

Kesehatan kerja tidak kalah pentingnya dibandingkan keselamatan kerja. Oleh karena itu diperlukan evaluasi kesehatan tempat kerja. Untuk memulai suatu evaluasi perlu dilakukan beberapa tahapan berikut ini.

1. Buat Daftar bahaya yang ada di wilayah kerja yang akan di evaluasi
Tahapan yang penting ini membantu membatasi besarnya tugas. Jika daftar sangat banyak, wilayah kerja harus dibatasi dan dibagi menjadi beberapa paket untuk lebih memudahkan. Perlu diputuskan apakah proses produksi lengkap yang akan dievaluasi atau satu bagian proses yang lebih sederhana. Jumlah masing­masing bahan secara sendiri-sendiri yang dipakai dalam suatu pekerjaan dapat pula menjadi faktor penentu. Perlu juga ditentukan volume penyimpanan serta pemakaian bahan

2. Penentuan bahan yang sebenamya dipakai
Penentuan ini terbukti sangat berguna secara ekonomi. Banyak perusahaan yang mempunyai gudang dan lemari yang penuh dengan persediaan bahan kimia yang sebenamya tidak dipakai, namun belum dibuang. Ditemukan juga bahwa beberapa bagian di perusahaan menggunakan bahan kimia yang berbeda untuk proses yang serupa. Rasionalisasi kebijakan pembelian diperlukan karena akan menimbulkan manfaat ekonomi bagi perusahaan. Evaluasi pengendalian bahan yang membahayakan memberikan kesempatan untuk membuang bahan tua dari tempat kerja, yang mungkin sebagian lagi telah berada dalam keadaan tidak stabil. Sebagian lainnya disimpan dalam kaleng yang sudah rusak dan mungkin tak lama lagi menjadi ancaman gangguan kesehatan dan keselamatan.

3. Penentuan nama kimia sebenamya dan/atau nomor Chemical Abstracts Se­ries (CAS)
Kebanyakan bahan berada di tempat kerja dengan nama dagang dan nomor kode. Jika sifat beracun bahan dalam buku teks standar harus ditentukan, nama identifikasi secara tepat sangat diperlukan. Semua bahan kimia diberi nama yang unik oleh International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) dan satu nomor unik yang dikenal dengan Chemical Abstracts Series number.

4. Dapatkan lembaran data dari pemasok
Ada kewajiban pemasok berdasarkan bagian 6 dari Kesehatan dan Keselamatan dalam Undang-undang Kerja (The Health and Safety at Work Act etc.) 1974 untuk memberikan informasi mengenai semua yang dipasok dan diperkuat dengan Undang­undang Perlindungan Konsumen (Consumer Protection Act) 1987. Informasi ini diberikan oleh pemasok dalam bentuk lembaran data (lihat Lembaran Data Bahaya di halaman…). Kualitas informasi yang diberikan sangat beragam, yang baik memberikan semua informasi yang diperlukan untuk menilai toksisitas bahan, yang kurang balk memberikan informasi yang mengaburkan masalah dan kadang mem­bahayakan. Dianjurkan untuk membuat surat standar untuk meminta informasi ini dan sangat dianjurkan untuk mengirimkan surat susulan jika yang pertama hilang.

5. Evaluasi lembaran data
Akan sangat bijak untuk menilai keabsahan informasi yang tertuang dalam lembar data. Sebagai contoh, nama IUPAC bahan tersebut bila tidak dicantumkan, akan menyulitkan bila akan dicarikan informasi toksisitasnya. Selain itu, jika bahan tersebut merupakan campuran dari beberapa bahan seperti pelarut, tidak semua bahan dicantumkan di sana. Dapat dipahami jika pemasok tidak memberikan formulasi yang tepat mengenai campuran itu, karena mereka memiliki rahasia perdagangan. Namun, daftar isi bahan tanpa perbandingan yang semestinya seharusnya boleh dicantumkan, tanpa ada risiko terjadinya pemalsuan barang dagangannya.

6. Periksa semua tempat penanganan bahan
Yang perlu diperiksa adalah bagaimana bahan itu dipakai, supaya modus pemaja­nannya diketahui dan risiko yang terjadi pada pekerja dapat diperkirakan. Pema­kaian itu termasuk penyimpanan, pengangkutan ke tempat pengerjaan, diaduk ketika proses, dan dibuang setelah dipakai. Semua tahapan itu mengandung bahaya bagi mereka yang mengerjakan. Dengan cara ini apakah pemajanan melalui kulit atau inhalasi — dua modus pemajanan yang paling sering — dapat ditetapkan. Pada saat yang bersamaan pengamatan di tempat kerja dapat dilakukan. Bagai­mana kegiatan makan, minum, dan merokok di tempat kerja, yang kesemuanya itu merupakan sumber ingesti bahan beracun.


7. Lewat inhalasi — periksa monitoring udara
Bila bahan berdebu atau mudah menguap, atau ditaruh dalam kaleng sehingga permukaannya mudah menguap, inhalasi merupakan cara masuk ke dalam tubuh. Dalam hal ini perlu pemeriksaan kadar bahan di udara di sekitar wilayah pernapasan pekerja dan membandingkan hasil itu dengan standar yang sudah dipublikasikan. Survei higiene kerja perlu direncanakan.

8. Lewat kulit
Pengamatan cara pemakaian bahan dapat menjelaskan apakah terjadi kontak kulit atau tidak. Bila cairan dituangkan dari satu tempat ke tempat lainnya, meskipun sudah menggunakan mesin, cipratan bisa saja terjadi sehingga setiap permukaan yang terbuka dapat menyebabkan kontak yang tidak disengaja. Penggunaan bahan basah dengan tangan yang tidak terlindung, jelas merupakan sumber pemajanan. Tidak ada cara untuk mengukur derajat pemajanan, namun dengan mata telanjang dengan mengetahui potensi bahaya bahan seseorang akan dapat menilai bahaya itu.

C. Kesimpulan
            Dari materi di atas kita dapat mengetahui tentang pengertian k3 dan juga kita dapat mengetahui tentang cara – cara menetukan kesehatan tempat kerja. Dengan begitu otomatis Insyaallah kita akan terhindar dari kecekakaan kerja tersebut.

D. Daftar Pustaka





Sabtu, 12 November 2011

Makalah PP


LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN



PENGANTAR PENDIDIKAN


OLEH:
KELOMPOK 6
ABU YAZID ABAS THOMI                           (208513414639)
AGUS SYARIFUDDIN                                    (110513428046)
AHSIN WAHYUNAN                                      (110511427078)
SYAHRULLAH                                               (110513428023)
TIWIT NOR HIDAYAT                                  (110513428025)






















UNIVERSITAS NEGERI MALANG
OKTOBER 2011



Pendahuluan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujutkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003). Sedangkan pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003).
Pendidikan Nasional Indonesia secara formal dimulai sejak Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya kepada dunia pada tanggal 17 Agustus 1945. Dalam proses pertumbuhan menjadi negara maju, Indonesia telah mengalami berbagai perubahan, termasuk bidang pendidikannya. Perubahan-perubahan itu merupakan hal yang wajar karena perubahan selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor yang bisa berganti selaras dengan perkembangan jaman.
Pendidikan di Indonesia tidak lepas dari sejarah dan  pendidikan merupakan pewarisan budaya dari generasi ke generasi sebagai transformasi inormasi generasi muda dalam proses pendewasaan berdasarkan pengalaman yang diperoleh dengan bercermin dari sejarah tersebut untuk menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang. Selain itu antara sejarah pendidikan dengan perkembangan pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat kaitannya, karena dengan kita mengetahui sejarah kita dapat mengetahui keadaan yang lampau sehingga kita bisa bercermin dari keadaan itu serta  memberi penjelasan untuk masa sekarang dan memprediksi langkah-langkah selanjutnya untuk masa yang akan datang agar tidak stagnan atau bahkan mengalami kemunduran.

Landasan histori pendidikan

2.1     Sejarah Pendidikan Dunia
Usia sejarah pendidikan dunia sudah sangat  lama, mulai dari zaman Hellenisme (150 SM-500), zaman pertengahan (500-1500), zaman Humanisme atau Renaissance serta zaman Reformasi dan Kontra Reformasi (1600-an). Namun pendidikan pada zaman ini belum memberikan kontribusinya pada pendidikan zaman sekarang (Pidarta, 2007: 110).
Makalah ini membahas sejaran pendidikan dunia yang meliputi :

a. Zaman Realisme
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh penemuan-penemuan ilmiah baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan dunia pula, berbeda dengan pendidikan-pendidikan sebelumya yang banyak berkiblat pada dunia ide, dunia surga dan akhirat. Realisme menghendaki pikiran yang praktis (Pidarta, 2007: 111-114). Menurut aliran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi penginderaan (Mudyahardjo, 2008: 117).

b. Zaman Rasionalisme
Tokoh pendidikan pada zaman ini pada abad ke-18 adalah John Locke Aliran ini memberikan kekuasaan pada manusia untuk berfikir sendiri dan bertindak untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya sendiri dan bertindak untuk dirinya. Paham ini muncul karena masyarakat dengan kekuatan akalnya dapat menumbangkan kekuasaan Raja Perancis yang memiliki kekuasaan absolut. Teorinya yang terkenal adalah leon Tabularasa, yaitu mendidik seperti menulis di atas kertas putih dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimilikinya manusia digunakan unutk membentuk pengetahuannya sendiri. Teori yang membebaskan jiwa manusia ini bisa mengarah kepada hal-hal yang negatif, seperti intelektualisme, individualisme, dan materialisme (Pidarta, 2007: 114).
Menurut John Locke ada tiga langkah dalam proses belajar mengajar, yaitu:
a)      Mengamati hal-hal yang ada di luar diri manusia
b)      Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan
c)      Berpikir

c. Zaman Naturalisme
Pada abad ke-18 muncullah aliran Naturalisme Sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan yang tidak wajar sebagai kibat dari Rasionalisme, seperti gaya hidup yang diperhalus, cara hidup yang dibuat-buat sampai pada korupsi, anak-anak dipandang sebagai manusia dewasa yang kecil. Naturalisme menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati (Pidarta, 2007: 115).

d. Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering disebut gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Pestalozzi, Johan Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel, dan Stanley Hall (Pidarta, 2008: 116).

e. Zaman Nasionalisme
Zaman nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai upaya membentuk patriot-patriot bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis. Tokoh-tokohnya adalah La Chatolais (Perancis), Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat). Akibat negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme, yaitu kegilaan atau kecintaan terhadap tanah air yang berlebih-lebihan di beberapa Negara, seperti di Jerman, yang akhirnya menimbulkan pecahnya Perang Dunia I (Pidarta, 2007: 121).

f. Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme.
Zaman ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintahan yang dipelopori dalam bidang ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang berkuasa yang kemudian mengarah pada individualisme. Sedangkan positivisme percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap agama semakin melemah. Tokoh aliran positivisme adalah August Comte (Pidarta, 2007: 120).

g. Zaman Sosialisme
Aliran sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap dampak liberalisme, positivisme, dan individualisme. Tokoh-tokohnya adalah Paul Nartorp, George Kerchensteiner (jerman), dan John Dewey (Amerik Serikat). Menurut aliran ini, masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Nartorp  mengatakan individu itu ibarat atom-atom yang tidak memiliki arti bila tidak berwujud benda. Begitu pula individu sebenarnya tidk ada, sebab individu adalah suatu abstraksi saja dari masyarakat. Karena itu sekolah harus diabdikan untuk tujuan-tujuan sosial (Pidarta, 2007: 121).

2.2       Sejarah Pendidikan Indonesia

a.       Zaman Pengaruh Hindu dan Budha
Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Tujuan pendidikan pada zaman ini sama dengan tujuan kedua agama tersebut yaitu Pendidikan dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan bergama Hindu dan Budha.

b.       Zaman Pengaruh Islam
1). Awal masuknya Agama Islam di Indonesia
Agama islam yang dibawa oleh pedagang dari Persia dan Gujarat ke Indonesia. Agama Islam mudah tersebar karena agama Islam dapat bersatu dengan kebudayaan Indonesia. Keduanya dapat saling membantu dan saling mempengaruhi. Agama Islam besar sekali pengaruhnya di dalam mendidik rakyat jelata. Berbeda dengan Agama Hindu dan Budha, Agama Islam menyiarkan Agamanya mulai dari bawah/dari rakyat biasa. Para Ulama sangat dekat dengan rakyat biasa, mereka bisa hidup bersama dengan rakyat biasa. Bentuk pendidikan yang Islam ada 3 macam, yaitu di Langgar, Pesantren, dan Madrasah.

2). Bentuk pendidikan pada awal penyebaran agama islam di Indonesia
a). Di langgar
Merupakan tempat pendidikan agama islam permulaan. Yang dipentingkan ialah membaca dan menulis huruf arab. Pengajaran berlangsung secara Individual, artinya seorang guru mengajar seorang anak.
b). Pendidikan di pesantren
Tempat pengajaran Agama Islam yang lebih lanjut dan lebih mendalam ada di pesantren. Pengetahuan yang diberikan ada 3 bidang yaitu: agama; ilmu pengetahuan; keterampilan.
c). Pendidikan Madrasah
Pada madrasah guru-guru diperkenankan menerima balasan jasa dalam bentuk uang (gaji). Lembaga pendidikan ini lebih menekankan pada pemberian ilmu pengetahuan umum disamping pelajaran agama. Pendidikan Madrasah diatur berjenjang sejajar dengan pendidikan dasar dan menengah seperti sekarang ini. Jenjang ini adalah
1. Tingkat TK : Bustanul
2. Tingkat SD : Ibtidaiyah
3. Tingkat SMP : Tsanawiyah
4. Tingkat SMA : Aliyah

c.        Zaman Pendudukan Asing
1.       Kedatangan Orang Portugis
Pada masa Portugis, masyarakat dibaptis dan dijadikan penganut Katolik Roma. Mereka lalu diberi pendidikan agar agama baru tersebut dapat dipertahankan dan terus berkembang. Pendudukan Portugis di Indonesia hanya bertahan sampai Belanda yang lalu mengusai Indonesia
2.       Zaman VOC
a)    Dasar dan Tujuan Pendidikan
Pada zaman VOC, dasar pendidikannya adalah agama Kristen Protestan. Adapun tujuan pendidikannya adalah:
·         Untuk mengembangkan agama Kristen Protestan
·         Pendidikan yang diberikan kepada bumi putera adalah untuk mendapatkan tenaga pembantu yang murah.
b)    Jenis-jenis Sekolah
Jenis-jenis sekolahnya antara lain: pendidikan dasar, sekolah latin, seminarium theologica, dan akademi pelayaran.

3.       Zaman Kolonial Belanda
Pada tahun 1799, VOC dibubarkan karena mengalami kemunduran. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengambil alih kekuasaan atas Indonesia. Bersamaan dengan itu, di Eropa terjadi perubahan dengan alam pikiran baru yaitu Aufklarung yang berarti fajar, terang dan merupakan abad akal.

a.       Ciri Persekolahan
·         Sekolah bersifat dualistis, Pemerintah Kolonial Belanda membuat stratifikasi sosial masyarakat yang terbagi menjadi tiga golongan, yaitu golongan Eropa, golongan asing diluar Eropa dan golongan bumi putra, yang merupakan masyarakat kelas tiga.
·         Sekolah bersifat sekuler.
·         Sekolah lebih banyak didasarkan pada kebudayaan Barat.
·         Sekolah pemerintah kurang memperhatikan keterapilan khusus.
·         Sekolah pemerintah kurang memperhatikan pendidikan kaum wanita.

b.      Jenis-jenis Sekolah
1.       Sekolah untuk orang Eropa
Sekolah untuk orang Eropa ada dua jenis yaitu sekolah dasar dan sekolah lanjutan.
2.       Sekolah untuk Bumi Putera
Sekolah untuk Bumi Putera terdiri dari sekolah rakyat yang dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu sekolah rakyat kelas satu untuk anak-anak pemuka-pemuka, para tokoh, dan orang-orang terhormat; dan sekolah rakyat kelas dua untuk anak-anak rakyat biasa. Selain itu ada sekolah raja dan sekolah lanjutan.
3.      Sekolah Kejuruan
Ada tiga jenis sekolah kejuruan pada masa itu, yaitu sekolah pertukangan, sekolah pendidikan guru dan sekolah gadis.

4.      Pendidikan Hindia Belanda sejak 1900
Pada awal abad ke-20, di Indonesia lahir politik etis. Politik Etis, yang dicetuskan oleh Van de Venter, ditujukan demi kepentingan Bumi Putra dengan cara memajukan penduduk asli dengan cara barat (pendidikan barat). Politik Etis ini adalah edukasi, irigasi dan imigrasi.

a.       Landasan dan Tujuan Pendidikan
Pemerintah mendasarkan kebjaksanaannya dalam pendidikan sebagai berikut:
·         Pendidikan dan pengetahuan Barat diterapkan sebanyak mungkin bagi segolongan Bumi Putera.
·         Pemberian pendidikan rendah bagi golongan Bumi Putera disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
Sedangkan tujuan pendidikan Belanda hanyalah sekedar untuk memperoleh tenaga-tenaga kerja yang murah.  
b.       Jenis-jenis Persekolahan
·         Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs)
Terdiri dari sekolah rendah berbahasa pengantar bahasa Belanda, yang dibagi menjadi sekolah rendah eropa (ELS) dan sekolah bumi putra (sekolah cina belanda/HCS dan sekolah bumi putra belanda/HIS).
·         Pendidikan Lanjutan/Menengah (Middlebaar Onderwijs)
Terdiri dari MULO (pendidikan dasar yang diperluas), AMS (lanjutan dari MULO), dan HBS (sekolah tinggi warga negara, lanjutan ELS).
·         Pendidikan Kejuruan (Vakonderwijs)
Terdiri dari sekolah pertukangan (Ambachts Leergang) yang berbahasa daerah, sekolah pertukangan (Ambachtsschool) yang berbahasa Belanda, sekolah teknik (Techisch Onderwijs), sekolah dagang (Handel Onderwijs), pendidikan pertanian (Landbouw Onderwijs), pendidikan kejuruan kewanitaan (Meisjes Valkonderwijs), dan pendidikan keguruan (Kweekschool).
·         Pendidikan Tinggi (Hooger Onderwijs)
Terdiri dari pendidikan tinggi kedokteran, pendidikan tinggi hukum dan pendidikan tinggi teknik.

Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru.
Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2008: 125-33).
5.       Zaman Kolonial Jepang
Landasan Idiil pada masa pendudukan Jepang adalah Hakko Ichiu, yaitu bangsa Indonesia bekerja sama dengan bangsa Jepang dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya. Tujuannya adalah menyediakan tenaga sukarela dan prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kemenangan Jepang dan melawan tentara sekutu.
Jenis sekolah pada zaman Jepang terdiri dari Sekolah Rakyat 6 tahun (Kokumin Gakko), SMP 3 tahun (Koto Chu Gakko), Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun (Kogya Semmon Gakko). Juga didirikan Sekolah Pelayaran dan Sekolah Pelayaran Tinggi.
Pendidikan pada zaman Jepang ini memberikan banyak keuntungan bagi Indonesia, yaitu bahasa Indonesia berkembang secara luas karena dijadikan bahasa pengantar di sekolah, buku-buku bahasa asing diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, para pemuda memiliki kemampuan bela diri dan perang, kerinduan kepada kebudayaan dan kemerdekaan Indonesia bergejolak, diskriminasi ditiadakan, bangsa Indonesia dididik untuk menjadi pemimpin dan sekolah-sekolah diseragamkan.


d.       Zaman orde lama
Dasar Pendidikan Indonesia, seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, adalah Pencasila. Pada masa itu, dikeluarkan UU No. 4 Tahun 1945 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk seluruh Indonesia yang diundangkan pada tanggal 4 April 1954. Tujuan pendidikan dan pengajaran menurut UU No. 4 Tahun 1950 adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Sistem persekolahan Indonesia akhirnya berjenjang sebagai berikut: Pendidikan Rendah (Sekolah Rakyat), Pendidikan Menengah (Pendidikan Menengah Umum, Kejuruan dan Keguruan), dan Pendidikan Tinggi (Perguruan Tinggi, Universitas, Sekolah Tinggi dan Akademi).
Terjadi perubahan kurikulum dari jenjang SD sampai SLTA. Kurikulum SD 1964 membedakan dua macam program, yaitu SD yang menggunakan bahasa daerah (kelas I-kelas III) dan SD yang menggunakan bahasa Indonesia (kelas IV-kelas VI). Kurikulum ini terdiri dari lima kelompok bidang studi (wardhana), yaitu perkembangan moral, perkembangan kecerdasan, perkembangan emosional, perkembangan keprigelan dan perkembangan jasmani/kesehatan.
Kurikulum SMP 1962 disebut pula kurikulum Gaya Baru. Kurikulum ini terdiri atas Kelompok Dasar, Kelompok Cipta, Kelompok Rasa/Karsa, dan Krida. Kurikulum SMA mengalami perubahan tiga kali yaitu pada tahun 1952, 1961 dan 1964. Kurikulum SMA 1961 disebut juga kurikulum Gaya Baru. Perubahan kurikulum berkenaan dengan tujuan pendidikan SMA, penggolongan mata pelajaran menjadi empat kelompok (kelompok dasar, khusus, penyerta dan prakarya), dan penjurusan yang mulai dilakukan di kelas III, jurusan tersebut antara lain Budaya, Ilmu Pasti dan Ilmu Alam 

e.        Zaman ‘Orde Baru’
1.       Pendidikan Nasional Indonesia Zaman Awal Orde Baru atau Transisi (1966-1969)
Pada masa ini, prinsip pendidikan Panca Wardhana disusul dengan sistem pendidikan nasional Pancasila. Tujuan pendidikannya ialah memebentuk manusia Pancasilais sejati. Isi pendidikannya adlah untuk mempertinggi moral, akhlak dan keyakinan agama, mempertinggi keterampilan dan kecerdasan, dan mempertinggi mutu kesehatan fisik manusia. Struktur persekolahan masih tetap mengikuti struktur lama berdasarkan UU No. 12 Tahun 1954 dan UU No. 22 Tahun 1961.
2.       Pendidikan Nasional Indonesia Pada Masa Pembangunan Jangka Panjang 1 (1969/1970-1993/1994)
·         Menurut UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional diundangkan dan berlaku sejak 27 Maret 1989, antara lain menyatakan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pendidikan bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya
·         Menurut UU No. 2 Tahun 1989, sistem persekolahan terdiri atas tiga jenjang, yaitu Pendidikan Dasar (SD dan SLTP), Pendidikan Menengah (SMU dan SMK), dan Pendidikan Tinggi (program pendidikan akademik dan program pendidikan profesional.

f.        Zaman ‘Reformasi’
Pemerintah melakukan perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), TQM (Total Quality Management) KTSP (Kurikulum Satuan Pendidikan).

Penutup
Berdasarkan pada landasan historis pendidikan dapat disimpulkan bahwa pendidikan kita peroleh tidak dengan mudah, butuh banyak waktu dan pengorbanan, selain itu pendidikan itu dinamis, artinya pendidikan itu berkembang sesuai dengan perkembangan zamannya. Semoga pendidikan pada era globalisai ini pendidikan di Indonesia bisa lebih baik dan berkembang sesuai dengan keadaan sekarang yang terjadi.



DAFTAR PUSTAKA
Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-Dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.
            Jakarta: PT Rineka Cipta.
Undang-undang Republik Indonesia Tentang Sistem Pendidikan Nasional